BUDAYA POLITIK DI INDONEBSIA
1.A. Pendahuluan
Salah satu komponen yang mempengaruhi sistem politik adalah budaya politik. Sistem politik akan mencapai tujuan dengan optimal dalam mengalokasikan nilai – nilai politik apabila warganegara dan masyarakat didalamnya memiliki budaya politik yang sesuai dengan tujuan dari sistem politik itu. Sebagai contoh, sistem politik demokrasi akan dapat melaksanakan demokrasi dengan baik apabila warganegaranya dan masyarakatnya mengamalkan budaya politik partisipatif. Untuk itu, maka warganegara dan masyarakat sistem politik itu harus memahami dengan baik nilai – nilai demokrasi dan memiliki komitmen secara konsisten melaksanakannya.
Mengingat pentingnya budaya politik, agar para siswa memahami tentang budaya politik Indonesia, maka berikut diuraikan pengertian budaya politik, tipe – tipe budaya politik, budaya politik di Indonesia, sosialisasi politik, dan penerapan budaya politik partisipatif dalam sistem politik.
Perhatikan fakta kehidupan sistem politik berikut ini dan jawablah beberapa pertanyaan di bawahnya !
“Menko perekonomian mengatakan, pemerintah menyediakan dana Rp.25 trilyun untuk bantuan langsung tunai (BLT) sebagai kompensasi pemerintah kepada masyarakat miskin bila bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jadi dinaikkan pada bulan April mendatang.”
Terkait dengan rencana pemberian BLT Sekjen Partai Amanat Nasional mengingatkan pemerintah untuk belajar dari program BLT sebelumnya. Program antisipasi kenaikan BBM seharusnya mendidik, seperti untuk pemberdayaan ekonomi rakyat dengan memberikan modal dan memperkuat kredit usaha rakyat (KUR) agar KUR benar – benar dinikmati tanpa anggunan. “ Pemerintah jangan memberi ikan, tapi pancing.”
Sementara itu, seorang wakil ketua MPR, mengusulkan wacana pemotongan gaji terhadap penyelenggara negara. Beban APBN yang meningkat lantaran harus menanggung beban subsidi BBM hendaknya disikapi arif para penyelenggara negara. “ Untuk itu, elit di negari ini harus rela di potong gajinya 10 – 15%,” tegasnya. (KR, 2012).
Analisa Kasus I
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Sekarang bandingkan jawaban kalian dengan pengertian dan komponen yang mempengaruhi budaya politik di bawah ini. Apakah jawaban kalian sesuai dengan ungkapan para ahli di bawah ini.
Budaya politik adalah suatu sikap orientasi yang khas dari warga negara terhadap sistem politik dengan aneka ragam bagiannya dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada dalam sistem itu.
Budaya politik adalah nilai-nilai keyakinan dan sikap-sikap emosi tentang bagaimana pemerintahan seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus dilakukan oleh pemerintah.
Budaya politik adalah keyakinan, sikap, nilai, ide-ide, sentimen, dan evaluasi suatu masyarakat tentang sistem politik negara mereka dan peran masing-masing individu dalam sistem itu.
Budaya politik adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
Budaya politik adalah sikap dan orientasi warga suatu negara terhadap kehidupan pemerintahan negara dan politiknya.
Apabila ditelusuri lebih lanjut, terdapat 2 tingkatan orientasi politik yaitu pada tingkat individu dan masyarakat. Pada tingkat individu orientasi politiknya dapat dilihat dari 3 komponen yaitu orientasi kognitif, afektif, dan evaluative.
Orientasi ini meliputi berbagai keyakinan dan pengetahuan seseorang tentang sistem politik. Aspek pengetahuan warganegara antara lain mengenai sistem politiknya, kebijakan pemerintah, simbol – simbol politik, dan tokoh pemerintahan.
Orientasi ini berkaitan dengan perasaan atau ikatan emosional seseorang pada system politik. Seseorang mungkin memiliki sikap khusus terhadap sistem politik berbeda dengan yang lain. Hal ini bisa dipengaruhi oleh pengalamannya dalam kehidupan keluarga, lingkungan sekitar dan sebagainya. Perasaan individu terhadap sistem politik dapat berupa penolakan atau dukungan terhadap sistem politik.
Orientasi ini berkaitan dengan penilaian moral seseorang terhadap sistem politik. Seseorang menggunakan parameter tertentu untuk menilai kinerja sistem politik. Dalam hal ini individu dipengaruhi oleh pengetahuan dan perasaannya terhadap sistem politik. Biasanya nilai – nilai dan norma yang dianut dan disepakati bersama akan menjadi dasar bagi sikap dan penilaian individu terhadap sistem politik.
Pada tingkat masyarakat orientasi politik berupa pandangan / sikap sesama warga negara dalam sistem politik itu, seperti sikap saling percaya yang menumbuhkan kerjasama, sikap permusuhan antar individu, antar kelompok, antargolongan yang sering menimbulkan konflik.
Selanjutnya, bagaimanakah cara kita mengetahui orientasi politik seseorang atau masyarakat? Orientasi politik dapat dibuka secara sistematis jika kita memperhatikan :
Menurut Almond dan Verba, orientasi politik individu atau masyarakat pada umumnya ditujukan pada obyek – obyek politik tertentu, yaitu :
Sementara itu, Rusadi Sumintapura menyatakan orientasi politik individu atau masyarakat pada umumnya ditujukan pada obyek – obyek politik, berupa :
Analisa Kasus II
Perhatikan kembali fakta kehidupan politik di atas !
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Seperti apakah wujud budaya politik itu? Wujud budaya politik setidaknya dapat diklasifikikasi dalam 3 bentuk. Identifikasilah wujud budaya politik berdasar bacaan di bawah ini :
Negara Indonesia sebagai Sistem Politik
Indonesia adalah negara terbesar di kawasan Asia Tenggara. Negara dengan luas lebih dari 5 juta km2 dan berpenduduk lebih dari 238 juta ini disebut – sebut akan menjadi negara besar dalam perekonomian global. Pada tahun 2040 diprediksikan menjadi negara ke empat besar setelah USA, China, dan India.
Sebagai sistem politik, kehidupan sistem politik di Indonesia dibingkai nilai – nilai Pancasila. Pancasila dijabarkan dalam berbagai norma, peraturan perundangan, dan adat istiadat. Norma, peraturan, dan adat istiadat tersebut begitu kental mewarnai semua aktivitas sehari – hari masyarakat, mulai dari yang bersifat pribadi hingga aktivitas yang menyentuh langsung kehidupan sistem politik, seperti Pemilu. Baik peserta, penyelenggara maupun warganegara yang menggunakan hak pilih dalam pemilu misalnya, akan bersikap dan bertindak sesuai dengan Pancasila.
Aktivitas kehidupan pemerintahan dan rakyat terus berjalan dalam rangka mencapai cita – cita negara yaitu masyarakat Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dalam rangka ini, Indonesia dipimpin oleh seorang presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. Presiden menyusun dan melaksanakan program kerja pemerintah melalui pembangunan untuk mencapai tujuan nasional. Program pembangunan disusun sesuai dengan kepentingan nasional, kebutuhan dan aspirasi rakyat. Sebagai dasar hokum pelaksanaan pembangunan DPR menyusun undang – undang. DPR juga berfungsi sebagai wakil rakyat dan pengontrol kebijakan pemerintah. Sementara itu, sesuai peraturan perundangan, apabila terjadi pelanggaran undang – undang akan disidang melalu lembaga peradilan sehingga diperoleh keputusan sesuai hokum dan menghormat HAM. Untuk itu, maka dibentuklah lembaga peradilan yaitu Mahkamah Agung.
Benda – benda sebagai hasil pembangunan seperti gedung – gedung pencakar langit, jalanan yang mulus, jembatan yang kokoh, teknologi informasi dan komunikasi yang maju, rumah sakit, sekolah serta benda – benda lain yang mendukung aktivitas kehidupan warganegara Indonesia, setelah lebih dari 60 tahun Indonesia membangun semakin baik. Warganegara Indonesia juga begitu kreatif menciptakan symbol – symbol politik seperti lambang negara garuda Pancasila, bendera merah putih, lambang partai politik, dan sebagainya. Melihat apa yang telah dihasilkan oleh sistem politik Indonesia, maka tidak salah apabila para ahli memprediksikan betapa kuat dan besarnya Indonesia yang demokratis pada abad 21.
Analisa Kasus III
Lengkapilah tabel di bawah ini !
Wujud Budaya Politik |
Bentuknya berupa |
|
|
|
|
|
Untuk memperkuat pemahaman kita mengenai budaya politik, perlu ditegaskan mengenai apakah ciri – ciri budaya politik itu ? Ciri – ciri budaya politik dapat diidentifikasi meliputi pembahasan tentang masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan, kegiatan partai politik, perilaku aparat negara, dan gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah.
Almond dan Sidney Verba mengidentifikasi tiga tipe budaya politik, yaitu parochial, subyek / kaula, dan partisipan. Perhatikanlah deskripsi budaya politik berikut ini, selanjutnya jawablah pertanyaan di bawahnya !
Budaya Politik Jawa
Budaya politik Jawa dipengaruhi etika “kawulo gusti” yang dibangun semenjak zaman kerajaan. Orang Jawa dikenal tabah dan ulet. Dalam hubungan satu lain mereka terhubung melalui pola bahasa “kromo inggil.” Pola hubungan inilah yang menciptakan keharmonisan dan kerukunan hidup masyarakat Jawa.
Berbagai falsafah berkembang dan dilaksanakan secara konsisten. Seperti dalam menghadapi tantangan hidup mereka menerapkan falsafah “nrimo ing pandum” (menerima dengan pasrah). Dalam meniadakan kesombongan, mereka memakai istilah “ojo dumeh” (jangan mentang – mentang). Dalam menghormati orang yang dituakan dan mengangkat jasa – jasanya untuk dicontoh dan membenamkan dalam-dalam kekeliruan para tokoh tersebut supaya tidak terulang mereka menggunakan istilah”mikul duwur mendhem jero”. Sementara itu, untuk meningkatkan kebersamaan dan kekeluargaan dikenal istilah ”mangan ora mangan waton kumpul” (makan atau tidak makan asal bersatu).
Dalam hal pekerjaan agar dilaksanakan dengan benar dan teliti dikenal istilan “alon – alon waton klakon.” Untuk merendahkan diri dan mengurangi kesewenang-wenangan, walaupun terhadap bawahan dikenal istilah “ngono yo ngono ning ojo ngono”. Ini sejalan dengan tata karma dalam menyampaikan kritik sekalipun terhadap pihak yang kalah, masyarakat Jawa menerapkan istilah ”ngluruk tanpa bolo, digdaya tanpa aji, menang tanpa ngasorake.”
Oleh karena itu, dalam politik orang Jawa relativ merendah dibanding suku – suku lain di Indonesia. Ini terlihat dari bagaimana mereka menyelipkan keris. Apabila orang Bugis, Makasar, Minangkabau, Banjarmasin, dan Aceh menyelipkan senjata di depan (perut) sehingga mudah dilihat, maka orang Jawa menyimpan kerisnya di belakang punggung agar tidak tampak mengancam. Itulah sebabnya dalam politik orang Jawa lebih suka berkelahi di belakang daripada berhadap – hadapan. (Inu Kencana S, 2004 : 61)
Analisa Kasus IV
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Sekarang cermatilah materi mengenai tipe-tipe budaya politik di bawah ini !
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada beberapa negara Almond dan Verba menyimpulkan tipe dan ciri budaya politik sebagai berikut :
Budaya budaya politik parochial umumnya terbatas pada suatu wilayah yang sempit, ada pada masyarakat tradisional dan sederhana dimana belum berkembang spesialisasi. Tokoh melaksanakan peran ganda, sebagai tokoh politik, ekonomi, agama dan lain – lain serta tidak ada peranan politik yang bersifat khas berdiri sendiri. Masyarakat cenderung tidak menaruh minat terhadap objek politik yang luas kecuali daerahnya sendiri, tidak menyadari dan mengabaikan adanya pemerintahan atau politik. Mereka tinggal di daerah terpencil dan bermata pencaharian petani, buruh yang bekerja di perkebunan dimana kontak dengan sistem politik kecil.
Dalam kenyataannya tidak satupun negara yang memiliki budaya politik murni salah satu dari tiga tipe di atas. Menurut Muhtar Masoed dan Colin MacAndrews ada 3 model kebudayaan politik berdasarkan proporsi ketiga tipe budaya politik sebagaimana disebutkan Almond dan Sidney Verba, yaitu model:
Dengan demikian selain 3 jenis budaya politik di atas. Ada variasi diantara ketiga tipe tersebut yaitu budaya politik:
Merupakan budaya politik ideal, yaitu kombinasi yang seimbang atau proporsional antara karakteristik aktif rasional (tidak emosional), memiliki informasi yang cukup mengenai politik, loyalitas, kepercayaan, dan kepatuhan terhadap pemerintah, kepercayaan sesama warga negara dan keterikatan pada keluarga, suku, dan agama (Cholisin).
Analisa Kasus V
Jawaban kalian pada pertanyaan nomor 1 sampai dengan 4 pada kasus budaya politik Jawa di atas pasti mempermudah pemahaman kalian mengenai tipe – tipe budaya politik. Setelah mencermati materi mengenai ciri – ciri tipe budaya politik di atas, simpulkanlah tipe budaya politik Jawa, ungkapkan dengan jelas alasanmu !
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Rusadi Sumintapura menyimpulkan Indonesia menganut budaya politik yang bersifat parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di pihak lain. Selain itu sikap ikatan primodalisme dan paternalisme masih mengakar kuat. Pendapat lain menyatakan bahwa di Indonesia berkembang budaya politik elit , terdiri dari kaum pelajar yang berpengaruh dan lebih berperan dalam pemerintahan, dan budaya politik massa yang kurang memahami politik sehingga mudah terbawa arus.
Clifford Geertz, seorang antropolog dari Amerika Serikat, membagi budaya politik masyarakat Indonesia menjadi tiga, yaitu budaya politik abangan ditunjukkan oleh golongan petani kecil, santri yang ditunjukkan pemeluk agama Islam yang taat, dan priyayi yaitu golongan yang terdiri dari kaum terpelajar dan golongan atas dan penduduk kota terutama para pegawai. Hampir senada Herbert Feith, seorang Indonesianis dari Australia, menyatakan bahwa selain budaya politik nasional, di Indonesia berkembang sub budaya politik yang dominan yaitu budaya politik aristocrat jawa dan wiraswastawan Islam dibanding sub budaya politik yang lain.
Affan Gaffar, menyatakan bahwa pola budaya politik Indonesia sangat didominasi kelompok etnis yang dominan, yaitu Jawa. Budaya etnis Jawa sangat mewarnai sikap, perilaku, dan orientasi politik kalangan elit politik Indonesia. Menurutnya, ada tiga ciri dominan yang terdapat dalam budaya politik Indonesia, yaitu :
Sebagian besar masyarakat di Indonesia, terutama masyarakat Jawa pada dasarnya bersifat hirarkis. Hal ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa dan rakyat biasa. Penguasa dicitrakan sebagai kelompok yang pemurah, baik hati dan pelindung, sedangkan rakyat berada pada posisi harus patuh, tunduk, setia dan taat pada penguasa.
Yaitu pola hubungan patron-client yang saling berinteraksi dengan mempertukarkan sumber daya yang dimiliki masing-masing. Sumber daya yang dimiliki oleh Patron biasanya berupa kekuasaan, kedudukan atau jabatan, perlindungan, perhatian dan materi; sedangkan Client memiliki sumber daya berupa tenaga, dukungan dan kesetiaan. Pola hubungan ini oleh Yahya Muhaimin disebut sebagai pola Bapakisme (bapak-anak). Bapak (patron) sebagai tumpuan dan sumber pemenuhan kebutuhan material bahkan spiritual serta emosional anak, sebaliknya para anak (client) dijadikan tulang punggung yang setia dan penuh pengabdian.
Meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan rasional, misalnya birokrasi, tetapi perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang berkarakter patrimonial yaitu berada dibawah kontrol langsung pimpinan negara.
Analisa Materi I
Perhatikan gambar di bawah ini !
|
Analisa Kasus VI
Selanjutnyan perhatikan pengertian sosialisasi politik berikut ini :
Sosialisasi politik adalah proses bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang dan bagaimana seseorang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik.
Sosialisasi politik adalah suatu proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan orientasi – orientasi politik dan pola – pola tingkah lakunya.
Sosialisasi politik adalah suatu proses belajar dimana setiap individu memperoleh orientasi-orientasi berupa keyakinan, perasaan dan komponen-komponen nilai pemerintahan dan kehidupan politik. Dari sudut pandang masyarakat, sosialisasi politik adalah cara memelihara atau mengubah kebudayaan politik.
Sosialisasi politik adalah proses dimana sikap-sikap dan nilai-nilai politik ditanamkan kepada anak-anak sampai mereka dewasa dan orang-orang dewasa tersebut direkrut ke dalam peranan-peranan politik tertentu.
Sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik anggota masyarakat.
Proses sosialisasi politik berlangsung seumur hidup dan dilakukan dengan sengaja melalui pendidikan formal, non formal, dan informal atau tidak sengaja “kontak pengalaman sehari – hari”
Dalam praktek, terdapat 2 metode sosialisasi politik yaitu :
Menurut Robert Le Vine, terdapat 3 mekanisme sosialisasi politik :
Easton dan Dennis pada sisi lain, menyatakan bahwa mekanisme sosialisasi politik melalui 4 tahap yaitu:
Analisa Kasus VII
Perhatikan kembali peristiwa pada kedua gambar di atas !
Menurut Gabriel Almond, pentingnya sosialisasi politik bagi suatu bangsa ialah agar dapat :
Sementara itu, Ramlan Surbakti mengungkapkan pentingnya sosialisasi politik ialah untuk :
Bagi bangsa Indonesia, sosialisasi politik diarahkan untuk memelihara dan mewariskan sistem politik yang dicita-citakan yaitu sistem politik demokrasi Pancasila yang dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Nilai yang terkandung dalam sistem politik demokrasi Pancasila diantaranya adalah :
– Religius, bukan sekuler
– Pluralisme (Bhineka Tunggal Ika)
– Wawasan kebangsaan (wawasan nusantara)
– Kekeluargaan
– Gotong royong
– Musyawarah
– Cinta kemerdekaan
– Nasionalisme (cinta tanah air)
– Cinta persatuan dan kesatuan
– Semangat solidaritas
Sistem politik demokrasi Pancasila itu akan terwujud dengan baik jika didukung oleh partisipasi aktif dari seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, budaya politik yang berusaha dikembangkan adalah budaya politik partisipan.
Terdapat beberapa sarana atau agen sosialisasi politik, meramu pendapat Mochtar Masoed dan Colin MacAndrews, antara lain :
Proses sosialisasi politik yang dialami seseorang dalam kenyataannya tidak hanya melalui satu sarana saja. Keluarga adalah sarana sosialisasi politik pertama yang dirasakan oleh seseorang pada awal kehidupannya. Ketika anak mulai masuk usia sekolah, maka ia akan menerima sosialisasi politik melalui lembaga sekolah dan selanjutnya diikuti melalui kelompok bermain atau bergaul. Semakin dewasa umur seseorang, semakin beragam atau bertambah sarana sosialisasi politik yang diperolehnya yaitu lingkungan tempat dia bekerja, media massa ataupun kontak politik secara langsung
Analisa Materi II
Agen Sosialisasi Politik |
Contoh Nyata dalam Kehidupan Sehari – hari |
1 | |
2 | |
3 | |
4 | |
5 | |
6 | |
7 |
Gabriel A. Almond dan Sidney Verba mengungkapkan bahwa budaya politik partisipatif atau disebut juga budaya politik demokrasi adalah suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya, yang menopang terwujudnya demokrasi. Penerapan budaya politik partisipatif terwujud dalam bentuk warganegara menggunakan hak – hak politiknya dan menunaikan kewajiban politiknya dengan baik.
Partisipasi warga negara sebagai realisasi budaya politik partisipan bisa diwujudkan dalam 4 bentuk, yaitu:
Hal yang harus dikembangkan dalam rangka menerapkan budaya politik partisipatif :
Analisa Materi III
Untuk memahami lebih jauh mengenai budaya politik partisipatif berikut diuraikan pengertian partisipasi politik, rambu – rambu partisipasi politik, bentuk partisipasi politik, faktor yang mempengaruhi tinggi rendah partisipasi politik, tipe partisipasi politik dan tingkatan partisipasi politik.
Ramlan Surbakti menyatakan bahwa partisipasi politik adalah keikutsertaan warganegara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau memperngaruhi hidupnya. Rambu – rambu partisipasi politik yaitu :
Partisipasi dapat dilakukan dalam bentuk konvensional, yaitu :
Maupun dalam bentuk non konvensional, yaitu :
Terdapat 2 (dua) faktor yang dominan mempengaruhi tinggi rendah partisipasi politik dan menentukan tipe partisipasi politik, yaitu :
Tinggi rendah kedua faktor dipengaruhi variabel : status sosial, status ekonomi, afiliasi politik orang tua dan pengalaman organisasi. Lebih jauh, Paige membagi partisipasi politik berdasar, 2 variabel di atas menjadi 4 tipe, yaitu :
Huntington dan Nelson menyatakan bahwa kriteria untuk menentukan tingkatan partisipasi politik adalah :
Hubungan keduanya berbanding terbalik : semakin besar ruang lingkup (ex. Pemilu), maka semakin kecil atau rendah intensitasnya dan semakin kecil ruang lingkupnya (ex : kegiatan aktivis partai) maka semakin besar atau tinggi intensitasnya.
Menurut mereka tingkatan partisipasi politik dari yang terendah adalah sebagai berikut:
Sementara itu, David F. Roth dan Frank L. Wilson menyatakan tingkatan partisipasi politik sebagai berikut:
Analisa Materi IV
Komentar ditutup.